Monday, 3 September 2018

Membentuk Pemahaman Aspèk Hukum Bagi Anak Usia SD

MEMBENTUK PEMAHAMAN TERHADAP ASPÈK HUKUM DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL) TERPADU BAGI ANAK USIA SD

Olèh: Yusni Tria Yunda.

Salam.

Hukum (law) adalah perkembangan dan pertumbuhan dalam prosès pemahaman terhadap fènomèna, pemaknaan terhadap satu fenomèna khusus yang dikaji_bahaskan, serta penerapan pengetahuan mengenai pemahaman dan pemaknaan yang dikaji dan dibahas itu ke dalam kehidupan keseharian pembelajar maupun pengkajinya agar tercapai ketertiban dalam peranan-peranan sosial manusia.

Aturan main dalam suatu peranan sosial manusia, merupakan bentuk hukum praktis, yang secara umum disebut dengan peraturan (rules). Pengetahuan mengenai aturan_main ini, memiliki kadar dan jenjang ketaklidan tersendiri, sesuai dengan konsumsi tingkatan usia dan keluasan serta kedalaman pengalaman dari para pengkaji maupun pembelajarnya.

Sehubungan èvolusi pengetahuan yang lambat perlu dipercepat sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu untuk memanusiakan (sifat dan sikap) manusia yang seharusnya, agar segera hijrah dalam keadaan kebelum_tauan, maka revolusi cara berpikir generasi terdahulu pada momentum-momentum tertentu perlu diikuti oleh generasi baru agar semangat yang dimilikinya terdistribusikan secara cepat dan optimal sesuai dengan daya serap pengkaji maupun pembelajarnya dari kalangan generasi baru, tanpa mengabaikan pengalaman-pengalaman dan temuan dari para generasi terdahulu pada masa lalu.

Ini menjadi suatu kajian Pengetahuan Sosial yang terpadu seiring dengan konsèp waktu mengenai jiwa_zaman sebagai fenomèna pada saat mana dan di mana kejadian masa lalu tadi terjadi, dibahas secara khusus oleh ilmu sejarah sebelum maupun setelah ‘disyahkan’ statusnya menjadi peristiwa, bukan lagi sebagai kejadian yang belum diketahui èfèk’nya secara luas; minimal memiliki pengaruh yang telah terbuktikan adanya kepada para personil dari generasi yang mengalaminya, dengan tingkat kadar yang dapat terukur dalam èvaluasi, baik internal , maupun ekternal.

Adapun untuk mengklasifikasikan fenomèna-fenomèna yang dikaji, setelah sejarah tuntas mengkronologisasikannya, diperlukan ilmu khusus lainnya dari Pengetahuan Sosial ini, seperti èkonomi, khususnya akuntansi yang memiliki sifat tertib dan spèsifik dalam mengkategorisasikan nilai-nilai riil. Dalam hal ini, potènsi hasil maupun potènsi laba yang dimiliki oleh suatu kejadian, lebih dikhususkan pada aspèk moralnya.

Adapun untuk tempat berlangsungnya peristiwa yang dikaji meliputi sebagian umum dari pengetahuan Gèografi umumnya dan Dèmografi khususnya, sebagai sèting ataupun bekgroun dari suatu peristiwa, yang mana pengkaji lebih berfokus kepada aspèk-aspèk sosiologis dan antopologisnya daripada fisik topografi mèdan khusus, jika aspèk hukum yang akan ditekankan untuk diungkap adalah cara atau aturan_main yang rèlevan dengan jiwa_zaman dalam bersosialisasi pada masa kini berdasarkan pengalaman 'sial' dalam bersosial pada masa lalu maupun pengalaman untung, agar dapat diterima nilai-nilai optimalnya serta diketahui cara-cara menghindarkan diri dari kekurang_optimalannya.

Nilai-nilai moral yang terungkap menjadi variabel bebas dalam pengkajian, untuk dilakukan perbandingan dengan variabel terikatnya yang berupa standar moral dalam suatu kontrak_sosial, misalnya dengan menisbahkannya kepada Moral_Pancasila dalam kontèks kehidupan bernegara secara umum, lalu dengan menisbahkannya kepada Moral_Rèligi, yang mana rèligiusitas merupakan tahap kajian lanjutan dari moralitas umum kenegaraan.

Terlaksananya 2konsep moral tadi menjadi pembèda antara titik awal pembelajar maupun pengkaji dengan titik ahirnya. Pengetahuan Sosial memiliki beberapa unsur pembentuk yang secara bersamaan dapat menjadi variabel-variabel, bisa disaling-silangkan penempatan konsèpnya sebelum dipetakan dan membentuk proses generatif sesuai dengan keperluan (diutamakan keperluan-keperluan darurat dalam kehidupan yang lagi dialami) yang memiliki kepraktisan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan Pengetahuan Sosial untuk beradaptasi dengan Pengetahuan Alam secara sinèrgi, adalah flèksibilitas has yang dimiliki oleh ilmu ini. Ramuan Pengetahuan Sosial dengan mempergunakan kemampuan berbahasa yang komunikatif guna memadukannya dengan pengertian-pengertian dari pengetahuan lainnya adalah kemampuan asosiasi dan aplikasi, yaitu mencakup;

1. Analogi-analogi dasar berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri-ciri dari tiap-tiap fenomèna yang ditemukan dalam ranah keilmuan dan kehidupan sehari-hari pengjkaji maupun penelitinya. Hal ini menjadi kemampuan khusus untuk dapat melakukan klasifikasi item-item sebelum dikatalogisasikan ke dalam pos-pos dalam suatu rancangan tabèl prèsentasi kuantitatif, seperti Laporan Laba-Rugi dalam akuntansi sebagai ilmu khusus dari IPS yang akan dipelajari pada tahap selanjutnya kelak. Pengenalan dan pembiasaan melakukan analogi-analogi dasar ini merupakan upaya pembekalan serta pengasahan kemampuan di tingkat Sekolah Dasar. Di tengah-tengah lingkungan globalisasi informasi, seperti kemudahan mengaksès data melalui mèdia digitalisasi dan internèt saat ini (tahun 2018), bagi para pengkaji ilmu pengetahuan berusia Sekolah Dasar tentu bukan_lagi harus mengutamakan filtrasi (penyaringan) terlebih dahulu (berbèda dengan para pembelajar pengetauan berusia Pra-Sekolah Dasar yang’mana tingkat penyaringannya diutamakan daripada tingkat pemberian pemahaman agar jangan sampai terjadi 'salah makan', melihat fenomèna pada zaman ini, penulis menganggap bahwa filtrasi bagi para pembelajar maupun pengkaji ilmu pada usia ini lebih sesuai untuk ditempatkan sebagai hal sekundèr saja, bukan yang utama), melainkan pemahaman dan pembinaan yang harus lebih diutamakan, baik dengan maupun tanpa bantuan guru di kelas règulèr pada saat para pengkaji beraksès bèbas di luar pengawasan resmi.

Aspèk sosiologis, dengan demikian memiliki peranan yang penting, seperti; moralitas ,di samping wawasan para operator Warung_Internèt, maupun tim operator perusahaan-perusahaan selulèr, para orang-tua yang memiliki kesempatan untuk melakukannya, maupun para sènior mereka yang secara usia dan pengalaman telah mendahului mereka. Ini adalah konsèkuènsi dari teori umum Pengetahuan Sosial yang meyakini bahwa: Manusia adalah makhluk sosial (di samping sebagai makhluk individu), yang mana satu manusia dèwasa memiliki tanggung jawab terhadap sesama manusia dalam kadar kesanggupan masing-masing. Tanggung-jawab moral ini dapat dilaksanakan secara bersama-sama meskipun dalam waktu dan di tempat yang berbèda, serta dengan cara-cara yang mungkin saja berbèda-bèda. Ini adalah bentuk hukum bukan tertulis yang mana perlindungan moral untuk generasi muda bukan hanya dibebankan kepada satu atau segolongan pihak saja, melainkan tanggung-jawab dan aksi bersama.

Maka, tujuan umum dari Ilmu dan Pengetahuan Sosial dapat tercapai melalui generatif antara pemahaman individu pengkaji dengan masyarakat, dan demikian pula sebaliknya.

2. Aplikasi, yaitu penerapan dari teori-teori dasar maupun pendekatan ("approach") juga paradigma yang telah diketahui sebelumnya, terhadap fenomèna yang hendak diangkat menjadi suatu variabel yang akan dikaji. Dengan demikian, standar dalam Pengetahuan Sosial memiliki flèksibilitas, tidak kaku, dan perlu kepraktisan untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana standar kebenarannya menjadi bersifat rèlatif, dalam arti: dipertanggungjawabkannya sesuai dengan pemahaman dan kecocokan simpulan dengan permasalahan yang dikaji, yang mana untuk tahap selanjutnya adalah mencari simpulan yang dekat dengan solusi optimal, yaitu mempunyai èfisiensi dan èfèktifitas yang besar sesuai dengan permasalahan yang dikaji.

3. Kemampuan menggunakan kecerdasan multi_literal dalam berbahasa menjadi Pos Modal utama selain bahan pengalaman ataupun pengamatan terhadap suatu fenomèna Pengetahuan Sosial maupun Pengetahuan Alam yang akan dikaji.

4. Pemahaman aspèk-aspèk hukum dalam Pengetahuan Sosial sebagai kerangka acuan kelayakan suatu fenomèna dapat diterima secara moral maupun intèlèktual, dapat dihantar melalui konduktor pemahaman-pemahaman terhadap konsèp-konsèp sosial, khususnya konsèp-konsèp Sosiologi, Antropologi dan Agama, melalui pemahaman dan penggunaan bahasa-bahasa ("linguish").


Kerangka Dasar Pengklasifikasian Fènomèna Hukum dapat pula dikaji dari aspèk akuntansi, yang praktis dipahami. Prinsip-prinsip dasar dalam akuntansi dapat digunakan sebagai penampung pemahaman hukum bagi pembelajar maupun pengkaji berusia Sekolah Dasar jenjang Kelas IV (minimal usia 9 tahunan) hingga kelas VI (berusia sekitar 11 tahunan). Secara psikologis, para pengkaji dari kalangan usia ini, pada zaman kini, sesuai dengan yang dialami oleh penulis: mereka dapat memberikan simpulan-simpulan mengenai beberapa fenomèna kasus hukum yang bukan berbentuk hafalan data dan fakta (kognisi pertama), melainkan dapat dibawa menuju analisa kritis namun tetap santai tanpa perlu meninggalkan karakteristik keusiaan normal mereka.

Uang adalah simbol siklus èkonomi (muamalah) yang mana mekanismeunya mudah dipahami oleh para pengkaji berusia ini sebagai suatu sebab-akibat ("cause_ally") dari suatu aktivitas produktif. Dengan menelusuri motif-motif dari penggunaan uang sebagai alat tukar terpraktis yang telah_lagi merèka kenali dalam kehidupan keseharian sebagai standar ukuran kemampuan (nishob) untuk beraktivitas muamalah menukarkan sejumlah barang dengan sejumlah barang-barang_lain yang diperlukan, dan jasa, dengan aytem barang yang diperlukan, maka alur pemikiran ini lebih mudah diarahkan untuk menerima suatu kronologisasi kasus sejarah sebagai bahan pengisi Pos Stok atau dalam akuntansi produksi sering pula diistilahkan sebagai Persediaan (dicatat dalam Neraca), pada saat uang itu sendiri nilainya dicatat sebagai isi Pos Kas.

Sebagaimana sifat dari persediaan, produk barang pada Pos Stok belum dapat dicairkan menjadi uang pada Pos Penjualan, sebelum melalui prosès perdagangan yang melibatkan aktivitas penjualan. Dengan demikian, dapat dinyatakan secara asosiasi bahwa: ‘kasus-kasus berfènomèna hukum yang akan diajukan untuk dipelajari adalah yang masih memiliki sifat beku (belum liquid atau cair) yang mana oleh sebab itu perlu dihangatkan terlebih dahulu melalui prosès penjualan (dalam èkonomi) dan prosès pemeriksaan serta penyelidikan, meliputi; interogasi kronologisasi, idèntifikasi para pelaku, juga niat dan motif melakukannya'.

Namun dalam praktèknya, jiwa zaman masa kini (present continues dalam tense Bahasa Inggris) memiliki peranan penting dalam menentukan rekonstruksi peristiwa sebagaimana Berita Acara Perkara memberikan dènotatisasi secara harfiah atas pengertian-pengertian yang faktual dengan tanpa bersifat bias. Dalam hal ini, ‘derajat kehangatan’ yang dapat dicapai dalam prosès penjualan kasus pada Pos Stok belum dapat ditentukan secara langsung sebagaimana derajat suhu dapat dihitung dengan alat detèksi fènomèna alam tersebut. Diperlukan prolog dan ransum hasil filter_lama dari pengetauan merèka pada usia sebelumnya (historikal kognisi-1) sebagai dasar pijakan guna langkah memahami kontèks nama-nama dari fènomèna tindakan-tindakan pelanggaran hukum yang telah merèka ketahui sebelumnya, minimal mengetahui nama atau lèbel atas suatu konsèp yang dimaksud, baik secara tepat (èfèktif), maupun secara mendekati konsèp yang dimaksud (kognisi-2) atau arèa verbalismeu.

Verbalismeu, dapat memecah karakteristik suatu calon fènomèna (prospèk kasus potènsial) dari pos persediaan, menjadi perlakuan dalam rantai èkonomi; pihak produksi atau pihak distribusi. Apabila kasus belum mendekati titik_didih menjelang cair dan mendidih, maka bukan merupakan sub_stok_barang_jadi, namun lebih mendekati sub_stok_barang_setengah jadi maupun barang_bahan_baku (material raws) yang memerlukan pengolahan lanjutan sebelum dijual dari Neraca ke dalam pembukuan Laporan Laba_Rugi.

Sehubungan akuntansi mencatatkan dua laporan utama; Laporan Laba-Rugi dan Neraca, maka pos-pos inti dalam kajian ilmu khusus ini perlu disederhanakan secara komparatif dengan kajian ilmu khusus lainnya.

Pernikahan silang berakad intra_disiplinèr keilmuan ini lebih cocok dipasangkan antara sejarah dengan moral, lalu tahap ke-dua: akuntansi dengan ‘anak-anak’ dari moral_sejarah yang telah ditemukan termaksud dalam pengawasan pemahaman hukum. Artinya;

1. Narasi bahasa dalam pemberian informasi sejarah adalah material raws (bahan untuk dianalisa) dari tiap-tiap calon sub_sub_pos persediaan,

2. Simpulan awal yang masih bercampur dengan praduga atau hipotèsis atas poin ke-1 dapat menentukan kadar kebekuan calon_kasus, yang mana derajat_kehangatannya pada saat itu akan menentukan perkiraan kecepatan yang diperlukan untuk suatu persediaan yang telah terbukukan dalam poin-1 tadi menjadi Pos Penjualan,

3. Keterampilan para pengkaji maupun pembelajar untuk melakukan heuristik dalam bentuk probing dan memberikan kritik tepat sasaran dengan pertanyaan-pertanyaan_kunci menjadi katalisator yang mempercepat prosès pernikahan antara ‘anak-anak’ moral_sejarah dengan akuntansi dalam pengawasan pemahaman hukum.

Pertanyaan pihak interogator dalam penyelidikan menjadi optimal keduanya dalam upaya mencairkan kebekuan fènomèna kejadian sebagai calon_kasus setelah keperistiwaannya terbuktikan.

Laporan Laba Rugi dapat memuat 4(empat) pos utama; Penjualan, Harga Poko Produksi (maupun Harga Poko Pembelian) yang biasa disingkat sebagai HPP, Biaya-biaya, serta Laba.

Penjualan adalah pos inti untuk mendapatkan input akuntansi. Pos ini ibarat sumsum tulang belakang yang yang memproduksi sel-sel darah_mèrah untuk dièdarkan ke seluruh tubuh. Setiap organ-organ yang dialirinya bagaikan pos-pos lainnya dalam Laporan Laba-Rugi. Selama perjalanannya mengaliri organ-organ dalam tubuh, darah mengalami penyerapan sari-sari makanan oleh organ-organ tubuh, dan ini dapat dibagaikan sejumlah laba-kotor yang dibagi-bagi dalam berbagai pos biaya.

Adapun HPP yang diperlukan akan sangat bergantung kepada tingkat kecepatan heuristik dan kritik dari pihak interogator agar dapat ditentukan secara Nilai_Pasar_Wajar mengenai berapa perbandingan antara;

1. Kasus beku dengan kasus hampir cair?,

2. Kasus beku dengan kasus cair?, dan

3. Kasus hampir cair dengan kasus cair?.

Simpulan-simpulan kualitatif yang dianalogikan melalui kuantitatif perbandingan standar moral yang diharapkan berdasarkan moral_idèologi kenegaraan yang dianut dalam kontrak sosial yang lagi_berlaku dan moral_rèligi yang diyakini (oleh pihak interogator dan pelaku), dapat menggunakan mètodeu èvaluasi berbasis tiga kelas di atas atau 3stages_of_morality.

Maka Harga Poko Pembelian bagi kasus-hampir_cair bisa didapatkan dari selisih antara kasus_beku dengan kasus_cair, dalam hal ini dapat ditentukan bahwa pelaku ekonomi di tingkat ini lebih mendekati karakteristik distribusi (distributor atau’pun agèn, meskipun dalam praktèknya banyak pula pihak produsèn yang melakukan dabel_peranan ("multiply_role") merangkap sebagai distributor atas penjualan berkuantitas tertentu). Namun tetap, bahwa yang diasumsikan adalah distribusi, sehubungan dan bila Neraca telah_lagi mendivèrsifikasi pos_persediaan ke dalam sub-sub_pos persediaan sebagaimana yang dimaksud dalam klasifikasi bahan_baku, bahan setengah jadi, serta barang jadi. Barulah HPP dapat ditentukan.

Adapun jika calon_kasus belum cair namun harus segera dijual, maka HPP dapat dipahami dengan asumsi ‘harga_pabrikan’ yang berbèda dengan ‘banting_harga’ dalam pengertian ritèl, sebagai Harga Poko Produksi .

Sedangkan untuk kasus cair, mencari HPPnya memerlukan perbandingan dengan fènomèna kasus lain yang sejenis dan atau mendekati kesamaannya dengan hal fènomèna kasus yang lagi dikaji, baik dari kasus beku, maupun dari kasus hampir cair. Artinya: harga jual kasus hampir cair adalah HPP dari kasus cair. Sedangkan satuan dari nilai-nilai dalam hukum ini memerlukan SIM (Standard Intrinsic of Morality) yang telah teruji keberlakuannya di berbagai zaman dan wilayah.

Menuju pemahaman qishos tanpa taklid di kemudian hari (kelak) sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan terjadinya fènomèna yang harus dihadapi oleh pembelajar, berdasarkan kesadaran tingkat moral_rèligi tanpa tekanan fanatismeu buta dari domèin moral_rèligi dari tingkat dan arèa lain, juga dari moral_idèologi yang seperti berbèda, adalah penting bermusyawarah inter dan multidisipliner antar keilmuan meskipun sèkulerismeu harus dilibatkan.

Untuk inilah kajian penanaman pemahaman hukum dalam kajian IPS Terpadu bagi anak-anak usia SD perlu mulai dirintis untuk dapat dilakukan.

___
Selanjutnya dapat dilihat: Praktèk Rèkonstruksi Aytem Pertama Kasus Cair.

Sumber Duplikasi Untitled Album.

Oléh: Yusni Tria Yunda. https://m.facebook.com/photo.php?fbid=2112359267111&id=1789538702&set=a.2112358667096&source=48 ___ 1...